Spesies baru katak unik ditemukan di hutan wilayah Sumatera. Masuk golongan katak pohon, spesies baru tersebut memiliki tonjolan di dekat telinga, menyerupai tanduk.
Katak yang kemudian dinamai Polypedates pseudotilophus itu ditemukan oleh peneliti amfibi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Amir Hamidy.
Awalnya, saat mengambil studi program doktoral di Jepang, Amir melakukan analisis genetik pada katak pohon bertanduk dari Kalimantan dan Sumatera.
Sebelumnya, katak pohon bertanduk dari Kalimantan (Polypedates otilophus) dan dari Sumatera (Polypedates pseudotilophus) dikategorikan sebagai spesies yang sama.
"Hasil analisis menunjukkan bahwa katak dari Borneo dan Sumatera berbeda sehingga bisa dinyatakan sebagai spesies yang berbeda juga," terang Amir.
Amir kemudian melakukan analisis morfologi pada spesimen katak pohon bertanduk yang ada di Museum Zoologi Bogor di Cibinong.
Dari analisis itu, Amir mengetahui bahwa katak pohon bertanduk dari Kalimantan dan Sumatera memang memiliki perbedaan yang signifikan.
Katak pohon bertanduk memiliki ciri khas berupa struktur serupa tanduk di dekat telinga. "Tanduk" itu merupakan tonjolan tulang.
"Katak dari Sumatera memiliki tanduk yang jauh lebih pendek daripada yang dari Borneo," ungkap Amir saat dihubungiKompas.com, Kamis (12/6/2014).
Spesies P otilophus memiliki tonjolan tulang sepanjang 3 mm, sementara jenis P pseudotilophus punya "tanduk" sepanjang 1,5 mm.
Amir bersama rekan peneliti dari Jepang menyatakan kebaruan spesies P pseudotilophus dalam jurnal Species Diversity pada 25 Mei 2014.
Nama spesies pseudotilophus dipilih karena jenis tersebut sempat dianggap spesies yang sama dengan P otilophus.
Amir mengungkapkan, katak pohon bertanduk adalah spesies khas Indonesia. "Hanya ditemukan di Borneo, Sumatera, dan Jawa," katanya.
Untuk jenis yang hidup di Jawa, ilmuwan belum melakukan riset sehingga belum diketahui apakah merupakan jenis yang sama atau berbeda dengan di Sumatera dan Kalimantan.
P pseudotilophus dan P otilophus adalah jenis katak yang telah lama hidup di pohon dan mampu beradaptasi dengan baik.
Karakteristik katak yang menunjukkan adanya adaptasi antara lain jari kaki. "Jari-jari katak ini memiliki bantalan sehingga bisa merekat dengan pohon," ungkap Amir.
Ciri lain adalah "tanduk" itu sendiri. "Saya menduga ini berguna sebagai anti-predator," tutur Amir.
Menurut Amir, tonjolan tulang membuat ular pohon menjadi lebih sulit memangsa kedua jenis katak itu.
Kedua jenis katak itu bisa ditemukan, baik di hutan primer maupun sekunder, tetapi hampir tak pernah ditemukan di wilayah yang memungkinkan kontak langsung dengan manusia.
Dengan adanya perusakan hutan, katak spesies baru ini juga menghadapi ancaman. "kalau hutan Sumatera hilang, katak baru ini juga tidak bisa hidup," kata Amir.
Katak yang kemudian dinamai Polypedates pseudotilophus itu ditemukan oleh peneliti amfibi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Amir Hamidy.
Awalnya, saat mengambil studi program doktoral di Jepang, Amir melakukan analisis genetik pada katak pohon bertanduk dari Kalimantan dan Sumatera.
Sebelumnya, katak pohon bertanduk dari Kalimantan (Polypedates otilophus) dan dari Sumatera (Polypedates pseudotilophus) dikategorikan sebagai spesies yang sama.
"Hasil analisis menunjukkan bahwa katak dari Borneo dan Sumatera berbeda sehingga bisa dinyatakan sebagai spesies yang berbeda juga," terang Amir.
Amir kemudian melakukan analisis morfologi pada spesimen katak pohon bertanduk yang ada di Museum Zoologi Bogor di Cibinong.
Dari analisis itu, Amir mengetahui bahwa katak pohon bertanduk dari Kalimantan dan Sumatera memang memiliki perbedaan yang signifikan.
Katak pohon bertanduk memiliki ciri khas berupa struktur serupa tanduk di dekat telinga. "Tanduk" itu merupakan tonjolan tulang.
"Katak dari Sumatera memiliki tanduk yang jauh lebih pendek daripada yang dari Borneo," ungkap Amir saat dihubungiKompas.com, Kamis (12/6/2014).
Spesies P otilophus memiliki tonjolan tulang sepanjang 3 mm, sementara jenis P pseudotilophus punya "tanduk" sepanjang 1,5 mm.
Amir bersama rekan peneliti dari Jepang menyatakan kebaruan spesies P pseudotilophus dalam jurnal Species Diversity pada 25 Mei 2014.
Nama spesies pseudotilophus dipilih karena jenis tersebut sempat dianggap spesies yang sama dengan P otilophus.
Amir mengungkapkan, katak pohon bertanduk adalah spesies khas Indonesia. "Hanya ditemukan di Borneo, Sumatera, dan Jawa," katanya.
Untuk jenis yang hidup di Jawa, ilmuwan belum melakukan riset sehingga belum diketahui apakah merupakan jenis yang sama atau berbeda dengan di Sumatera dan Kalimantan.
P pseudotilophus dan P otilophus adalah jenis katak yang telah lama hidup di pohon dan mampu beradaptasi dengan baik.
Karakteristik katak yang menunjukkan adanya adaptasi antara lain jari kaki. "Jari-jari katak ini memiliki bantalan sehingga bisa merekat dengan pohon," ungkap Amir.
Ciri lain adalah "tanduk" itu sendiri. "Saya menduga ini berguna sebagai anti-predator," tutur Amir.
Menurut Amir, tonjolan tulang membuat ular pohon menjadi lebih sulit memangsa kedua jenis katak itu.
Kedua jenis katak itu bisa ditemukan, baik di hutan primer maupun sekunder, tetapi hampir tak pernah ditemukan di wilayah yang memungkinkan kontak langsung dengan manusia.
Dengan adanya perusakan hutan, katak spesies baru ini juga menghadapi ancaman. "kalau hutan Sumatera hilang, katak baru ini juga tidak bisa hidup," kata Amir.